Menjadi teknisi servis elektronik bagi sebagian orang mungkin adalah profesi yang rumit dan butuh ketelatenan serta ketekunan. Meski begitu tidak sedikit orang yang menganggap sebuah pekerjaan sepele. Menjadi seorang teknisi servis elektronik biasanya dimulai dari hobi, di awali dari hobi merakit rangkaian elektronika sederhana dan membongkar peralatan elektronik dirumah yang rusak. Dulu saya mulai tertarik untuk mempelajari elektronika ketika masih duduk di tingkat SMP. Di waktu SMP ada pelajaran keterampilan yang kebetulan mempelajari komponen elektronika dan membuat peralatan elektronika sederhana seperti bel elektronik, radio transistor sederhana, adaftor dan peralatan elektronik sederhana lainnya.
Sampai akhirnya saya menjadi teknisi servis elektronik, pada awalnya saya memperbaiki tv keluarga dan tetangga. Karena banyak tv dan peralatan elektronik keuarga daan tetangga yang berhasil diperbaiki, dari informasi dari mulut ke mulut saya dikenal dari pangkal kampung sampai ke ujung dusun sebagai teknisi servis elektronik. Pada saat itu saya masih bujangan, dan usaha sambilan di rumah selain menjadi guru di SMK swasta di daerah saya.
Teknisi Servis Elektronik sedang bekerja
Pada saat itu saya menikmati usaha servis elektronik yang semakin lama semakin ramai. Cukup untuk membiayai kehidupan dalam status bujangan. Kemudian saya menikah dan mempunyai anak, kemudian bersama istri saya membuka usaha konter Hp yg menjual hp baru dan bekas serta asesorisnya. Usaha servis elektronik tetap saya jalani sambil usaha yang lain. Ternyata usaha servis elektronik ini saya merasakan mempunyai beberapa dilema.
Misalkan saja saat diminta memperbaiki setrika atau lampu senter. Ketika seorang konsumen melihat cara si teknisi servis memperbaiki dan ia mengetahui bahwa rusaknya cuma putus kabelnya saja. Setelah selesai konsumen bertanya tentang ongkosnya, dan teknisi servis menjawab 10 ribu. Mau tidak mau konsumen tentu harus membayarnya, meskipun si teknisi servis hanya menyambung kabel. Hal inilah terkadang bagi sebagian orang menganggap bahwa teknisi servis elektronika itu banyak untungnya dan tidak perlu banyak modal untuk dalam menjalaninya. Dilain pihak ada juga yang beranggapan bahwa mengambil biaya 10 ribu itu sangat mahal, meski ia tetap membayarnya, namun dalam hati terkadang masih menggerutu dan tidak akan datang kesitu lagi.
Di waktu malam bersama keluarga kita perlu istirahat untuk melepas lelah saat kegiatan rutin pada siang harinya. Bercanda dan ngobrol bersama anak istri sambil nonton tv, tetapi ketika kita menjadi teknisi servis elektronik, hal ini sangat sulit dilakukan disebabkan hampir setiap malam konsumen datang kerumah untuk meminta bantuan memperbaiki peralatan elektronik mereka yang rusak, ada yang langsung membawanya dan ada juga yang meminta kita datang kerumah mereka. Tidak hanya satu orang dalam semalam yang datang tapi terkadang dua sampai tiga orang sekaligus. Kalau begini terus kapan waktu istirahatnya?pikirku.
Peralatan elektronik rusak mulai bertumpuk dirumah, di dapur, di kamar tidur, juga diruang tamu, cuma di wc/kamar mandi tidak ada karena takut kena keceprat air ntar tambah rusak. Bagi orang lain pasti berpikir, enak sekali saya karena ramai sekali servisannya, tetapi tidak bagi saya ini merupakan suatu dilema yang sangat menyedihkan. Setiap barang perlu waktu untuk dikerjakan sehingga waktu pengerjaan dan datangnya barang tidak sebanding maka barang akan bertumpuk, setiap hari ada yang bertanya sudah selesai belum barang mereka, ini makin membuat pusing. Berarti enaknya kalau servisan sedikit, ini juga akan menjadi dilema berarti pemasukan dompet kita menjadi sedikit.
Dilema yang terakhir yang saya alami yaitu ada saja yang menuduh saya menukar-nukar komponen peralatan elektronik mereka, padahal saya tidak pernah melakukannya. Menuduh mengambil keuntungan yang besar yang tidak sesuai kerusakan, dan membesar-besarkan kerusakan yang sepele.
Inilah beberapa dilema selama saya menjadi teknisi servis elektronik, dan saya tidak tahan menghadapinya sehingga saya berganti profesi menjalani hobi yang lain yaitu berdagang, beternak, dan berkebun. Ternyata enak menjalani tiga usaha yang terakhir ini.
Note: Only a member of this blog may post a comment.